Literasi Digital di Sekolah Memerlukan Guru Agar Lebih Bijak Dalam Penggunaan Medsos dan Rekam Jejak Digital
unpi/sindonews • Selasa, 09 Agustus 2022 12:15 Wib
Sumber Foto : UNPI/BERITAGAR.ID
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Berdasarkan data Microsoft, Indonesia termasuk dalam kuartil empat atau terbawah dalam Indeks Keadaban Digital (Digital Civility Index), yaitu berada pada tingkat ke-29 dari 32 negara.
Kemudian berdasarkan UNESCO, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara soal literasi dunia dengan minat baca sangat rendah sebesar 0,001 persen, atau hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang rajin membaca. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa minat baca masyarakat saat ini sangat memprihatinkan.
Maka dari itu Kemenkominfo mengadakan kegiatan webinar ini dalam rangka mengedukasi masyarakat khususnya guru agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan dapat mengelola jejak digital agar lebih aman.
Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kemenkominfo ) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi menggelar webinar Makin Cakap Digital 2022 dengan tema “Waspada Rekam Jejak Digital di Internet” bagi para guru.
Webinar yang melibatkan ratusan guru di Rembang sebagai audiens, bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai bagaimana cara menggunakan aplikasi media sosial secara baik dan benar.
Adapun acara dibuka oleh Dirjen Aptika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan. Dalam paparannya, dia menegaskan bahwa diperlukan kolaborasi yang baik, agar literasi masyarakat yang tertinggal dapat diproses di percepatan transformasi digital ini.
“Oleh karena itu, diperlukan peran guru dalam membantu masyarakat Indonesia senantiasa waspada dalam rekam jejak digital di Internet,” ujar Dirjen Aptika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan dalam keterangan pers, Selasa (26/7/2022).
Pada kegiatan webinar ini, Dekan Fakultas Komunikasi Universitas Putra Cianjur (UNPI) serta Media and Campaign Director Next Generation Indonesia, Astri Dwi Andriani menyampaikan informasi mengenai netiket.
Di antaranya etika berkomunikasi dalam media sosial dengan menyeleksi dan menganalisis informasi, membentengi diri dari tindakan negatif dalam platform digital, memproduksi, dan mendistribusikan informasi di platform digital.
Kemudian menerapkan metode THINK before posting (True, Healthful, Illegal, Necessary, Kindness) agar dapat memanusiakan manusia dengan menggunakan internet secara bijak dan dapat menggunakan dunia maya dengan menerapkan netiket dengan aman dan nyaman.
Upaya menyelenggarakan literasi digital di sekolah memerlukan akademisi yang turut membantu program pemerintah.
Sama halnya dengan Bupati Rembang, H. Abdul Hafidz yang mengatakan bahwa konsep yang disuguhkan untuk mendukung tuntutan zaman adalah melalui kurikulum belajar merdeka.
“Guru dituntut untuk mengerti kondisi anak dengan mengetahui keahlian dan ditargetkan murid sehingga dapat dipersiapkan. Diharapkan literasi digital menjadi lompatan bagi murid untuk belajar sasaran digital dengan bantuan bapak/ibu guru,” lebih lanjut kata H. Abdul Hafidz.
Dalam hal ini, beliau juga menyampaikan bahwa akan diadakan evaluasi bagi para guru yang mendaftar tes CPNS, sehingga dapat menjadi sumber utama dalam memberikan pengaruh terhadap kemajuan literasi digital.
Selanjutnya, penjelasan dari Alexander Zulkarnain, Executive Director Young On Top Holding, mengungkap mengenai perilaku berkomentar di internet adalah hak semua orang, namun tetap menggunakan akal dan budaya saat ingin melakukannya dan bukan berarti dengan hak tersebut kita boleh menyakiti hati orang lain.
“Komentar dapat memberi pengaruh bagi diri sendiri dan orang lain. Berikan komentar sesuai dengan konteks, jika tidak suka tidak perlu menyerang. Tidak sedikit pengguna media sosial yang ingin membuat orang lain merasa kesal, marah, dan memicu pertengkaran, maka terkadang tindakan yang perlu diambil adalah dengan tidak menanggapi dan merespon hal negatif yang memicu perpecahan tersebut,” ujar Alexander Zulkarnain.