Tri Sentra Pendidikan Untuk Akulturasi Budaya Asing
unpi/beritasatu.com • Senin, 15 Maret 2021 11:00 Wib
Sumber Foto : qureta.com
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara adalah Tri Sentra Pendidikan (Tiga Pusat Pendidikan), yang menerangkan bahwa pendidikan berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Ketiganya memiliki peran di dalam proses pendidikan, serta saling mengisi dan memerkuat satu dengan yang lainnya. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya pada pemerintah semata, namun termasuk juga keluarga dan masyarakat.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Nizam mengingatkan pentingnya tri sentra pendidikan dan kearifan nasional Indonesia. Hal ini bertujuan agar tidak terhanyut dalam budaya asing, tetapi ikut mewarnai akulturasi budaya asing ke dalam budaya Indonesia dan seni budaya nusantara.
Hal ini disampaikan dalam Diskusi Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila bertajuk "Merekonstruksi Peta Jalan Pendidikan Indonesia menuju Sistem Pendidikan Nasional yang Bernafaskan Kearifan dan Keluhuran Nilai-nilai Pancasila,” Sabtu (13/3/2021).
"Meskipun banyak masuknya budaya asing tetapi terjadi akulturasi, sehingga tetap menjadi budaya Indonesia. Tugas bersama untuk tetap membawa kearifan nasional yang unik dan khas dari Indonesia," kata Nizam dalam siaran pers diterima Beritasatu.com, Minggu (14/3/2021).
Mantan dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyebutkan, ada 4 area penguatan dalam pendidikan, terutama pentingnya tri sentra pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan nomor satu ada pada keluarga sebagai inti dasar pendidikan pembentukan karakter. Kedua, membangun ekosistem sekolah seperti guru dan ruang kelas. Ketiga, pembelajaran yang bermakna, dan keempat, guru sebagai panutan dalam pendidikan.
“Oleh karena itu penumbuh-kembangan karakter harus kita lakukan bersama-sama, ekosistem dan budaya sekolah yang sehat, pembelajaran yang bermakna, guru sebagai panutan, lingkungan keluarga dan masyarakat sebagai tiga sentra pendidikan yang harus kita perkuat dan sinergikan bersama-sama,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan, dalam pendidikan tinggi, mata kuliah wajib kurikulum dalam Pasal 35(3) UU Nomor 12 Tahun 2012 mencakup mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia sebagai bagian penting untuk mewarnai dan membentuk karakter mahasiswa.
“Kampus sebagai penumbuh intelektual muda yang kritis tetapi santun, kita punya adab, kita punya sopan santun, kita punya akhlak mulia yang harus kita jaga, kita pertahankan, bukan kemudian kita menjadi masyarakat barat, kesantunan itu adalah hal yang merupakan akar budaya kita,” ujar Nizam.
Dalam kesempatan tersebut, Nizam juga berpesan agar perguruan tinggi membangun komunikasi yang sehat diantara masyarakat kampus, saling asah-asih-asuh, diskursus akademik, dan pengembangan diri mahasiswa yang holistik serta gotong royong semua pihak, perguruan tinggi, pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan industri (DUDI), dan media penting dalam melahirkan pemimpin bangsa.
Selain itu, peluang dan tantangan untuk mewujudkan Indonesia emas harus disiapkan dengan SDM unggul dan inovasi, insan pancasila yang berkarakter luhur, kompetitif, kreatif, inovatif dan adaptif. Dalam hal ini, melalui Kampus Merdeka, karakter, potensi dan kreativitas mahasiswa dapat dibuka dan bertumbuh kembang dan subur.
"Insan Pancasila akan lahir dan tumbuh subur jika ekosistem kampus itu sehat. Ekosistem kampus sehat sebagai kerangka menyiapkan SDM unggul untuk Indonesia jaya harus kita wujudkan, untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kenyataan," imbuhnya.