Pendidikan Aset Terbesar Bangsa Indonesia
unpi/beritasatu • Selasa, 30 Juni 2020 09:03 Wib
Sumber Foto : freedomworks.org
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Pada masa pandemi saat ini, pendidikan menjadi aset terbesar bangsa Indonesia yang harus dikembangkan selain sumber daya alam (SDA) dan sumber kapital. Melalui pendidikan, Indonesia akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Apalagi pada tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi bakal mengalami bonus demografi, di mana jumlah penduduk usia produktif yaitu, usia 15-64 tahun lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif, (di bawah usia 15 tahun dan di atas 64 tahun).
Dewan Pembina Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Luky Yusgiantoro pada pembukaan Webinar bertajuk 'Reformasi Pendidikan Pasca-Pandemi Covid-19', di Jakarta, Sabtu (27/6/2020), mengatakan, "Pendidikan adalah elemen sangat penting. Nomor satu. Aset paling penting yang kita miliki dan paling berharga di negera kita bukanlah aset sumber daya alam maupun sumber daya kapital, tapi sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing."
Webinar yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun ke-4 Purnomo Yusgiantoro Center, menghadirkan pembicara, praktisi pendidikan Arief Rachman, mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, dan Psikolog Elizabeth Santosa. Sebagai moderator Sekretaris PYC, Amelia Yusgiantoro.
Luky mengatakan, menghadapi bonus demografi, Indonesia harus mempersiapkan SDM usia produktif secara matang bagi terwujudnya SDM unggul, Indonesia maju.
Sebab pada periode bonus demograsi, penduduk usia produktif diprediksi akan mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Indonesia, lanjutnya, untuk dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, memerlukan ketersediaan SDM usia produktif melimpah yang diimbangi peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan, khususnya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.
"Setiap warga negara Indonesia tanpa pandang suku bangsa, bahasa, dan agama harus terlibat aktif dalam wajib mendukung program pemerintah mewujudkan SDM unggul bagi kemajuan Indonesia. Kita harus fokus pada variabel kualitas, sebab pendidikan tidak harus diperoleh dari institusi formal, tapi bisa juga dari institusi nonformal," kata Luky, dilansir Beritasatu.
Sementara itu, praktisi pendidikan Arief Rachman mengatakan, pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak. Memasuki era tatanan baru (new normal) peserta didik, orang tua, dan guru harus mempersiapkan diri secara matang.
Guru harus menyiapkan proses pembelajaran jarak jauh dengan ketentuan tatanan baru sehingga dapat memberikan penguatan aktif dan mematuhi semua protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan, serta mengajarkan pola hidup sehat, dan bersih.
"Guru dapat mengawasi secara berkala para siswa terkait penerapan pembiasaan fase normal baru di sekolah, serta memastikan tercapainya tujuan pendidikan dalam fase transisi," kata dia.
Menurut Arief, pendidikan yang sukses adalah pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik menjadi anak yang bertakwa, berkepribadian matang, berilmu mutakhir, berprestasi, mempunyai rasa kebangsaan, dan berwawasan global.
Di sisi lain, lanjut Arief, tugas orang tua dalam new normal adalah memberikan afirmasi positif kepada anak terkait fase new normal. "Orang tua harus mengingatkan kepada anak bahwa perlu menjaga diri, berusaha memahami rasa cemas, dan belajar untuk mengendalikannya," kata Arief.