Pengamat: Kurva Level Membaca di Indonesia tidak Normal
unpi/republika • Kamis, 11 Juni 2020 08:42 Wib
Sumber Foto : flickr.com
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Direktur Eksekutif Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji mengatakan kurva pendidikan di Indonesia abnormal. Kurva ini berdasarkan kajian Bank Dunia berdasarkan nilai level membaca.
Indra menjelaskan, Bank Dunia membandingkan Indonesia dengan Vietnam, dan negara-negara OECD dari level membaca. "Kita lihat, di Indonesia anak yang kemampuan membacanya level 1 ada 55 persen, sedangkan di negara lain angka yang terbesar adalah yang di tengah, yaitu level 3," kata Indra, dalam diskusi daring, Rabu (10/6).
Di Vietnam, kemampuan membaca anak-anak yang diteliti paling banyak pada level 3, yaitu sebesar 35,2 persen. Sementara negara OECD secara rata-rata juga yang paling banyak berada di level 3, yaitu 27,9 persen. Level yang disusun oleh Bank Dunia adalah terendah level 1 dan tertinggi level 6.
Menurut Indra, tampilan kurva tersebut tidak normal. Sebab, di Indonesia lebih banyak anak yang level membacanya rendah dibandingkan level lainnya. Secara normal, kurva seharusnya menunjukkan lebih banyak anak yang level membacanya sedang.
Indra berpendapat, kurva normal seharusnya anak yang memiliki level tinggi dan level rendah sedikit. Sementara, anak yang kemampuan membacanya di tengah mestinya yang jumlahnya paling banyak.
"Saya yakin manusia itu terlahir juga seperti ini, kan. Yang cerdas, jenius, itu ada tapi sedikit. Yang kurang kemampuannya juga ada tapi sedikit. Yang tengah itu yang lebih banyak, yang sedang-sedang saja. Kalau di negara lain, ini dijaga kondisi seperti itu. Yang tengah tetap lebih banyak dari yang pintar dan kurang," kata Indra, dilansir Republika.
Ia beranggapan, pada dasarnya anak terlahir memiliki kemampuang yang sama. Sebagian kecil yang memiliki kemampuan rendah dan sedikit pula yang sangat pintar. Namun, pada kenyataannya, di Indonesia level membaca terbanyak adalah level yang terendah.
"Tapi yang kita ini, kelihatannya justru dengan semakin sekolah kita ikuti sistem pendidikan di Indonesia, semakin lebih tinggi yang kurangnya. Ini yang harus menjadi PR kita bersama," katanya.