BRIN Harus Jadi Konsolidator Riset dan Inovasi Sesuai Kebutuhan Bangsa
unpi/jpp • Rabu, 05 Februari 2020 10:00 Wib
Sumber Foto : ristekbrin.go.id
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Presiden Joko Widodo menyampaikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai konsolidator kegiatan riset dan inovasi agar fokus dalam pengembangan prioritas riset yang strategis, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjawab permasalahan bangsa serta memanfaatkan peluang global bagi kemajuan negara indonesia.
Hal tersebut diutarakan Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tahun 2020 di Graha Widya Bhakti, Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Kota Tangerang Selatan (30/1).
"BRIN perlu mendeteksi dan mengidentifikasi topik-topik riset yang strategis dan inovatif, sesuai dengan kebutuhan bangsa. Birokrat-birokrat harus turun mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dari hulu sampai hilir dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang ada lewat riset dan inovasi. BRIN harus menjadi badan intelijen inovasi bangsa," ujar Presiden Jokowi, dilansir JPP.
Secara khusus Kepala Negara menyampaikan tiga arahan untuk BRIN. Pertama, BRIN harus segera mengonsolidasikan agenda riset strategis nasional di berbagai bidang. Ia berharap riset-riset tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi negara dan bagi perekonomian masyarakat.
Kedua, Presiden meminta BRIN untuk melakukan konsolidasi anggaran. Menurut Presiden, anggaran riset Indonesia tersebar di berbagai lembaga riset dan penelitian yang jika digabungkan nilainya mencapai Rp27,1 triliun. Menurutnya dana riset tersebut jika dikonsolidasikan dengan baik dapat menghasilkan penemuan, bukan tidak mungkin akan melompat 2 hingga 4 kali lipat. Ia tidak ingin jika riset-riset yang dilakukan hanya menghasilkan laporan yang akan ditaruh di lemari.
"Ini angka yang besar sekali. Meskipun masih jauh dari yang kita inginkan. Tapi ini dulu diselesaikan, dikonsolidasikan sehingga menghasilkan hilirisasi riset yang baik," imbuhnya.
Ketiga, Presiden meminta BRIN untuk mengonsolidasikan aktor dan jejaring yang harus terlibat dalam proyek inovasi strategis nasional. Selain mengonsolidasikan 329 unit riset milik kementerian dan lembaga, Presiden ingin agar BRIN mengajak semua pihak untuk bekerja sama, termasuk meningkatkan peran swasta dalam riset-riset unggulan.
"Kita bisa berikan insentif pada swasta yaitu lewat super deduction tax. Apalagi yang saya lihat, terakhir kemarin di Korea Selatan, tren di negara-negara maju perisetnya hampir sebagian besar bekerja di perusahaan swasta. Ini yang saya lihat," tandasnya.
Sebelum menyampaikan sambutan, Presiden terlebih dahulu meninjau pameran yang menyajikan produk-produk inovasi karya anak bangsa. Dalam pameran tersebut dihadirkan antara lain, teknologi pengolahan pangan fungsional, metabolite stem cell, drone black eagle atau elang hitam, katalis merah putih, dan lain-lain.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN, Bambang P.S Brodjonegoro memaparkan 4 isu strategis dihadapan Jokowi dan pejabat yang hadir.
"Ada beberapa isu strategis pengembangan Iptek dan Inovasi yang kita hadapi saat ini. Pertama, pemanfaatan Iptek sebagai penghela pertumbuhan ekonomi yang bekelanjutan," jelas Menteri Bambang.
Ia menjelaskan pemerintah telah membuat target pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,4 hingga 6 persen per tahun. Oleh karena itu, kementeriannya harus memastikan bahwa hasil-hasil riset terhadap segala pengembangan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kedua, peningkatan efektivitas pemanfaatan dana Iptek dan inovasi. Menteri Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pendanaan bank pemerintah di Indonesia masih di kisaran 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lalu 84 persen di antaranya berasal dari anggaran pemerintah, dan hanya 8 persen yang berasal dari industri.
"Namun anggaran pemerintah ini tersebar pada berbagai unit Litbang, kementerian dan lembaga. Sehingga memungkinkan terjadinya duplikasi dan in-efesiensi," imbuh Menristek.
Isu strategis ketiga adalah soal rendahnya kapasitas adopsi Iptek dan cipta inovasi di Indonesia. Menteri Bambang menjelaskan Indonesia saat masih berada di peringkat ke 85 dari 129 negara dengan score Global Innovation Index 29,72 dari skala 0 sampai 100 pada tahun 2019. Ia mengungkapkan hal ini disebabkan oleh masih rendahnya belanja litbang terhadap PDB, rendahnya jumlah paten, serta rendahnya publikasi sains dan teknik di tingkat global.
"Selain itu, infrasturuktur Litbang masih terbatas, jumah SDM di bidang Iptek hanya sekitar 14,08 persen, di antaranya yang berkualifikasi doktor atau S3," jelas Menristek Bambang Brodjonegoro.
Isu keempat adalah soal ekosistem inovasi yang belum sepenuhnya tercipta. Kondisi demikian membuat proses hilirisasi dan komersialisasi hasil Litbang masih terhambat. Ia menungkapkan kolaborasi triple helix antara pemerintah, dunia penelitian dan dunia usaha, belum didukung atas lembaga Litbang dan perguruan tinggi yang memadai sebagai sumber inovasi teknologi.
Kelima, dalam konteks transformasi ekonomi, kemenristek/BRIN akan fokus Litbang dan hilirisasi yang menghasilkan teknologi tepat guna, subtitusi impor, sekaligus peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), peningkatan nilai tambah, dan penguasaan teknologi baru. Menteri Bambang mengatakan Kemenristek/BRIN akan mendorong implementasi program riset nasional dan memastikan setiap aktor riset dan inovasi memahami apa yang harus menjadi fokus dan apa yang harus dikerjakan.
“Dengan hal ini, kita ingin memastikan bahwa riset dan inovasi akan memberikan kontribusi nyata dalam agenda percepatan pertumbuhan ekonomi, penyelesaian permasalahan bangsa, agenda pembangunan yang berkelanjutan, dan agenda kemandirian iptek nasionl,” tutupnya.