Praktisi Pendidikan: Banyak Guru Malas Membaca
unpi/republika • Selasa, 31 Desember 2019 10:00 Wib
Sumber Foto : readingagency.org.uk
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Berdasarkan riset yang dilakukannya di sejumlah daerah masih banyak ditemukan guru-guru malas membaca. Kondisi itu mempengaruhi kualitas pendidikan Tanah Air, menurut praktisi pendidikan Indra Chrismiadji.
"Problem utama kita memang di kualitas guru, dan itu yang sayang sekali tidak disebutkan oleh Mas Menteri," kata dia pada diskusi bertajuk evaluasi pendidikan tahun 2019 dan outlook pendidikan 2020 di Jakarta, Jumat.
Secara pribadi ia mengaku telah berkeliling Indonesia dan menemukan problem utama pendidikan di Indonesia. Probelm tersebut yakni tingkat membaca guru yang masih rendah bahkan tidak suka.
"Saya ngasih pelatihan dari Aceh, Papua, NTT, NTB, Natuna, Sulawesi, Maluku Utara dan lainnya, saya ketemu dengan guru-guru dan mengambil kesimpulan memang kemampuan baca mereka sangat rendah," katanya, dilansir Republika.
Bahkan, jelas dia, rendahnya tingkat membaca tenaga pendidik itu tidak hanya di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) namun juga terjadi di Ibu Kota Jakarta. Oleh karena itu, persoalan tersebut perlu diselesaikan pemerintah sesegera mungkin.
Hal itu diperkuat kajian internasional melalui riset Bank Dunia menemukan bahwa kesejahteraan guru Indonesia tidak berdampak pada kualitas mengajar seorang guru.
Seharusnya, dengan adanya anggaran tambahan oleh pemerintah bagi guru, maka diharapkan mereka lebih rajin, inovatif, kreatif dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didik, jelasnya, dilansir Republika.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP Reni Marlinawati mengatakan masih banyak persoalan pendidikan di Indonesia salah satunya terkait tenaga pendidik atau guru.
"Pertama persoalan guru, ini sangat mendasar sehebat apapun kurikulum dan sebesar apapun anggaran namun jika persoalan guru belum diselesaikan tetap tidak akan berdampak apa-apa," ujarnya.
Saat ini jumlah ketersediaan guru di Tanah Air masih menjadi problem pemerintah. Dari tiga juta lebih, nyaris setengahnya merupakan tenaga pendidik berstatus honorer. Hal itu otomatis berdampak pada tingkat kesejahteraan maupun mutu.