Indonesia Perlu Perkuat Riset dan Inovasi di Sektor Manufaktur
unpi/infopublik • Selasa, 05 Nopember 2019 11:16 Wib
Sumber Foto : flycatcher.eu
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Indonesia saat ini sudah berkembang dari sisi ekonomi jasa atau service economy, terutama dari digital economy, ungkap Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro. Namun Indonesia perlu memperkuat sektor manufaktur dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyebarluaskan kesejahteraan nasional.
"Saat ini kita paham bahwa semua orang saat ini berada dalam euforia digital economy, tapi di saat yang sama kita harus melihat masa depan, dalam arti kita harus mulai menanam pondasi yang kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Menteri Bambang.
Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, komitmen Kementeriannya untuk mendorong perusahaan berbasis manufaktur dan kalangan industrialis di Indonesia, mengembangkan produk inovatif yang kompetitif di persaingan internasional, yaitu melalui proses riset dan pengembangan atau research and development (R and D).
"Tanggung jawab saya saat ini adalah menangani R and D, riset dan pengembangan dan hilirisasinya ke masyarakat dan industri. Saat ini Kemenristek/BRIN tengah menciptakan platform dan menguatkan ekosistem Iptek dan Inovasi, sehingga masyarakat Indonesia mau dan berkenan menggunakan produk-produk inovasi anak bangsa. Mengapa Korea Selatan sangat baik dalam membuat Samsung atau LG sebagai produk elektronik yang dominan? Hal ini bukan karena 'magic touch' atau keberuntungan semata, tapi karena proses riset dan pengembangan RD (upscaling RD products menjadi innovative useable products) yang lama dan melelahkan Itulah yang seharusnya industrialis lakukan," ungkapnya.
Menteri Bambang mengungkapkan, hampir semua negara berpopulasi besar yang maju memiliki sektor manufaktur yang kuat karena banyak tenaga kerja yang terserap dan bekerja di pabrik yang inovatif, salah satu contohnya adalah Korea Selatan.
"Negara besar manapun, kalau kita lihat sejarahnya, seperti sejarah Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang dan Korea Selatan, mereka tidak bisa langsung menjadi service economy. Memang sekarang Korea Selatan mulai pindah ke ekonomi berbasis jasa. K-Pop adalah contoh sukses dari service economy, tapi Indonesia tidak bisa meniru begitu saja dengan adakan versi K-Pop sendiri," ungkap Menristek/Kepala BRIN, dilansir Infopublik.
Menristek/Kepala BRIN mengungkapkan, ada banyak negara berpopulasi kecil yang bisa maju hanya melalui ekonomi berbasis jasa (service economy), namun Indonesia tidak bisa berlandaskan service economy karena ekonomi berbasis jasa tidak membutuhkan banyak tenaga kerja.
"Kalau kita tinggal di Singapura, mudah untuk menjadi service economy. Itu yang mereka lakukan sekarang atau Dubai (Uni Emirate Arab) juga mudah untuk menjadi service economy, tapi untuk Indonesia dengan 266 juta jiwa dengan hambatan geografis, karena kita negara kepulauan terbesar di dunia, sayangnya kita tidak bisa hanya menjadi service economy," ungkap Bambang Brodjonegoro di hadapan puluhan alumni Universitas Washington, Amerika Serikat.