UNPI-CIANJUR.AC.ID - Awal Januari 2019 ini Pemerintah Jepang kembali mengemukakan konsep Masyarakat 5.0 kepada publik.
Kecerdasan buatan (arti ficial intelligence) menjadi tumpuan utama di era ini. Internet of things akan membangun peradaban baru yang dapat mengakselerasi kemampuan individu untuk lebih membuka kesempatan dan peluang baru untuk berbagai isu kemanusiaan.
Era ini bicara tentang peradaban masyarakat yang berorientasi dan berpusat pada peran manusia yang mahir mengendalikan, mengontrol, dan memonitor robot atau perangkat digital sejenis, bukan sebaliknya.
Konsep 5.0 mengedepankan peran mesin yang bertujuan untuk menghasilkan tindakan yang lebih solutif, tidak hanya menyediakan pengetahuan dan informasi semata. Dengan begitu, 5.0 merupakan antitesis dari 4.0 yang justru berpotensi mengurangi, bahkan meniadakan, peran manusia.
Cara kerja Society 5.0 dengan mengedepankan pengelolaan data ruang fisik yang disimpan dalam dunia maya, lalu diproses oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk hasil interpretasinya dikembalikan lagi ke ruang fisik untuk diberikan kepada manusia.
Proses analisis semua dilakukan melalui peran kecerdasan buatan (AI). Hal ini yang membedakan 5.0 dari 4.0, di mana pengumpulan informasi hingga analisis masih dilakukan oleh manusia sebagai basis mengambil keputusan dan tindakan.
Era di mana peranti teknologi dapat merekonstruksi dan memperbaiki secara otomatis ketika terjadi kesalahan teknis dalam sistem kerjanya. Masyarakat 5.0 berperan lebih memanusiakan industri 4.0 dan berfokus bagaimana peran terobosan dalam bidang teknologi dapat menghadirkan lebih banyak solusi dari berbagai masalah yang sebelumnya rumit untuk diselesaikan.
Dilansir Okezone, Masyarakat 5.0 bicara tentang kehadiran sistem integrasi terpadu antara ruang dunia maya atau virtual (cyber space) dan ruang fisik atau nyata. Kolaborasi antar 'dua dunia' (on - line–offline). Ketika mesin dan manusia bekerja sama dengan tujuan mulia, menyelesaikan masalah dan memecahkan berbagai problematika umat manusia.
Dokter, pelaku usaha, perangkat hukum (polisi dan tentara), guru, dosen, pengacara, petani, peternak, arsitek, arkeolog, akuntan, hingga pelancong akan bersahabat dengan robot, big data, dan kecerdasan buatan.
Tugas manusia agar tetap menjadi manbehind the gun dan arsitek utama dari kecanggihan algoritma yang mengatur sistem di era ini. Sentuhan kemanusiaan dalam konsep Masyarakat 5.0 ini akan membantu milenial yang akan menjadi pemimpin bangsa kelak dapat mengawal serta memanusiakan zaman. Kelak, transformasi big data akan membantu manusia memiliki hidup yang lebih praktis, efisien, dan juga bermakna.
Hootsuite (2019) mencatat bahwa jumlah pengguna internet Indonesia sudah mencapai 150 - 175 juta dari 268 juta penduduk atau naik sebesar 13% (17 juta) dari 2018. The Global State of Digital Report (2019) juga menyebutkan jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia ada sekitar 150 juta dan mengakses dan terkoneksi dengan internet hampir 24 jam penuh.
Angka ini menjadi tolok ukur penting bahwa Indonesia memiliki modal demografi yang besar untuk menghadirkan peradaban Masyarakat 5.0 dalam beberapa tahun depan.
Akses komunikasi penduduk Indonesia sudah sangat terbuka kepada dunia global dan semakin merata di seluruh pelosok negeri. Pemerintah Indonesia didukung oleh swasta pada 2019 ini tengah merampungkan megaproyek Palapa Ring.
Jaringan internet kabel fiber optic Palapa Ring sudah hampir 100% terhu bung keseluruh wilayah Indonesia. Proyek ini merupakan pro gram perbaikan kualitas dan kecepatan interaksi komunikasi melalui teknologi digital (internet).