UNPI-CIANJUR.AC.ID - Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan rencana membangun kota ramah lingkungan secara berkelanjutan yang konsepnya disampaikan dalam High Level Seminar (HLS) on Sustainable Cities ke-10 di Nusa Dua, Bali, 21-23 Januari 2019.
"Sejak 2017, HLS memperluas fokus ke sifat multidimensi pembangunan kota, khususnya masalah lingkungan. Untuk itu, Indonesia akan fokus pada penanganan sampah dan limbah di perkotaan," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin.
Selain masalah lingkungan, ia mengatakan HSL yang dihadiri peserta dari Asean dan delapan negara mitra Asean itu juga fokus untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan dengan Agenda 2030 tentang Pembangunan Berkelanjutan, khususnya tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
"HLS on Sustainable Cities ini merupakan wadah bagi pembuat kebijakan, para ahli dan praktisl dl bidang pengembangan kota berkelanjutan di regional Asia Timur dan Tenggara. Mereka diharapkan dapat membagi ide, pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan kerja sama," katanya, dilansir Antaranews.
Di sela-sela forum yang dihadiri 200 peserta dari negara-negara Asean dan mitra (Asean+8) yakni Tiongkok, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Rusia itu, Vivien menjelaskan 82,37 persen penduduk Indonesia diproyeksikan tinggal di perkotaan pada Tahun 2045.
Sejak tahun 2015, proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan Iebih besar daripada yang tinggal di desa yaitu sebesar 59,35 persen. "Hal ini akan berdampak pada timbunan sampah dan limbah padat di perkotaan akibat aktivitas manusia," ujarnya.
Ia menekankan hal tersebut di atas sebagai masalah serius, karena sampah dan limbah tidak hanya mempengaruhi kualitas kesehatan dan lingkungan pada tingkat Iokal, namun juga pada tingkat global. "Terutama sampah plastik yang telah menyebar secara global melalui Iaut dan mencemari kehidupan," ujar Vivien.
Oleh karena itu, lanjut Vivien, Indonesia telah berkomitmen untuk menangani sampah dan limbah. Hal ini tercermin pada dari Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan ini mengamanatkan pemerintah sampai pemerintah daerah harus mampu mengelola 100 persen (pengurangan limbah 30 persen dan penanganan limbah 70 persen) dari limbah padat yang dihasilkan secara nasional pada Tahun 2025. Pada dasamya, peraturan ini memberikan pedoman untuk mengelola timbulan sampah.
Terkait sampah di Iaut, Indonesia adalah negara kepulauan dan menganggap Iaut adalah aset vital dan hal itu ditegaskan Vivien bahwa masalah limbah plastik Iaut telah menjadi salah satu prioritas untuk diselesaikan.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Peraturan tersebut bertujuan mengurangi 70 persen kebocoran sampah ke Iaut Tahun 2025.
"Lebih dari 50 persen kotamadya dan kabupaten/kota di Indonesia terletak di pantai yang sebagian besar timbulan sampah berasal dari daerah perkotaan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang tepat harus diterapkan di kota-kota untuk mengurangi dan mencegah timbulnya sampah, terutama sampah plastik ke Iaut," katanya.