UNPI-CIANJUR.AC.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mencatat jumlah hoaks yang cukup mengkhawatirkan. Sistem aduan konten Kemenkominfo sepanjang 2017 tercatat menerima 60.135 laporan. Konten hoaks yang berdasarkan klasifikasi Kemenkominfo tersebar di kategori 'fitnah' dan 'SARA' berjumlah cukup banyak.
Pada periode yang sama, aduan konten bermuatan SARA dan fitnah mencapai 16.742 dan 7.795 laporan. Angka ini hanya kalah dari aduan konten pornografi yang mencapai 19.778 laporan.
Akan tetapi pada Januari tahun lalu, aduan konten di kategori SARA dan fitnah menjadi rekor tertinggi dalam tahun tersebut sebesar 5.142 dan 5.070, jauh meninggalkan aduan konten bermuatan pornografi.
Kala itu kampanye pilkada serentak 2017 sedang berlangsung, termasuk pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 yang tampil sebagai yang paling menjadi sorotan.
Tak aneh bila mengaitkan banyaknya jumlah aduan tersebut dengan hajatan politik yang terjadi saat itu.
Penyebaran hoaks memang tak lepas dari kontes politik. Kemunculan kabar bohong bermuatan politik sejak awal ditujukan untuk pertempuran politik, menurut Damar Juniarto dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Damar menambahkan, "Hoaks politik secara definisi diartikan sebagai upaya untuk melakukan misinformasi dan disinformasi untuk mengalihkan pilihan atau mengubah perspektif warga terhadap pilihan politik. Jadi memang kaitannya erat dengan pemilihan dan ini terjadi di mana saja."
Sementar aitu, peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai keberadaan konten hoaks politik di ranah media sosial jadi opsi yang 'wajar', mengingat penetrasi internet di Indonesia makin meluas secara signifikan.
"Jadi seiring besarnya penetrasi pengguna internet, yang berarti transformasi dari offline ke online, tren penggunaan hoaks dalam politik dengan memanfaatkan Internet juga makin besar," jelas Wahyudi.
Mengacu pada aduan konten Kemenkominfo, aduan terkait muatan SARA dan fitnah cenderung naik-turun setelah pilkada berlangsung. Sesekali ada lonjakan berarti di kategori SARA meskipun tak pernah menyentuh rekor tertinggi pada Januari 2017.
Kendati demikian Damar berpendapat kuantitas konten hoaks bukan yang patut diwaspadai. Dalam spektrum media sosial, jangkauan menjadi tolak ukur yang paling penting.
Ia menambahkan, "Yang lebih penting adalah lebih banyak orang yang dijangkau, namun itu tergantung dana yang digelontorkan."
Padahal bila dibandingkan laporan tahun lalu pada periode yang sama, jumlah aduan selama Januari 2018 - Maret 2018 masih cukup kecil. Total aduan di kategori SARA dan fitnah pada periode itu hanya berjumlah 1.262 saja.