UNPI-CIANJUR.AC.ID - Sejumlah perwakilan guru besar dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia menyatakan keprihatinan terhadap seluruh upaya yang dapat melemahkan bahkan mengganggu eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat pernyataan perwakilan Guru Besar Antikorupsi yang diberikan oleh Juru Bicara Guru Besar Antikorupsi Asep Saefudin di Gedung Bina Graha, Jakarta pada Kamis, menyatakan, "Kami mengimbau kepada Presiden Joko Widodo, pimpinan Partai Politik dan pimpinan DPR/MPR RI untuk tetap menjadi bagian penting bagi upaya pemberantasan korupsi dan mendukung langkah KPK memerangi korupsi."
Menurut surat tersebut, sebanyak 396 guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mendukung pernyataan tersebut.
Para guru besar juga meminta pimpinan partai politik dan DPR/MPR RI untuk membatalkan penggunaan hak angket untuk KPK. Mereka menjelaskan bahwa penggunaan hak angket, baik prosedur, subjek dan objeknya, tidak tepat secara hukum.
Para guru besar juga meminta Presiden Jokowi dan Polri dapat memberikan jaminan keselamatan dan keamanan bagi setiap penyidik KPK dalam menjalankan tugasnya.
Dalam pernyataan tersebut juga tertulis, "Kami ingin menegaskan kembali bahwa kami bersama dan tetap akan mendukung KPK karena lembaga antikorupsi ini adalah harapan bagi upaya mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi."
Sejumlah nama dari 396 guru besar yang tercatat mendukung surat pernyataan tersebut antara lain Profesor M Farid Aziz dari Universitas Indonesia, Profesor Made Swastika Adiguna dari Universitas Udayana, Profesor Ambo Tuwo dari Universitas Hasanuddin, Profesor Andreanus Soemardji dari Institut Teknologi Bandung, Profesor Bambang Hero Saharjo dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Bambang Riyanto dari Universitas Gadjah Mada, dan Profesor Isril Berd dari Universitas Andalas.
Selain itu, beberapa guru besar yang juga ikut mendukung pernyataan itu adalah Profesor Kusnandi Rusmil dari Universitas Padjajaran, Profesor Loekas Soesanto dari Universitas Jenderal Soedirman, Profesor Mudjio Rahardjo dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Profesor M Noor Salim dari Universitas Mercu Buana dan Profesor Posman Sibuea dari Unika Santo Thomas Medan.