UNPI-CIANJUR.AC.ID - Ninja yang kerap diasosiasikan sebagai pasukan rahasia Negeri Sakura, kini keberadaannya semakin langka. Ahli bela diri Jepang menyebut talenta dan praktisi ilmu kuno ’ninjutsu’ kuno semakin sedikit.
Padahal, berkembangnya industri pariwisata dunia membuat banyak turis mancanegara yang datang ke Jepang karena penasaran akan ninja.
Hal itu dikonfirmasi Takatsugu Aoki, manajer pusat pelatihan ninja di Nayoga, kepada Harian Asahi, yang dilansir Independent. "Semakin banyak turis ke Jepang dan ingin mencari tahu soal ninja."
Ironisnya, di saat ketertarikan akan ninja meningkat, Jepang justru defisit ninja itu sendiri, kata Aoki.
Mereka yang berniat melestarikan ilmu ninjutsu, sayangnya kurang kemampuan. Dengan kata lain, ninja ‘karbitan’ yang banyak ditemui sekarang ini, tidak terlatih dalam pertarungan, ilmu menghilangkan diri dan pengobatan, tambah Aoki. "Kebanyakan hanya ahli akrobatik, melemparkan shuriken dan bermain pedang."
Kendati dikenal sebagai prajurit selama berabad-abad, Aoki menyebut, di era kejayaannya, ninja sebenarnya adalah mata-mata. "Mereka dilatih untuk tidak terlihat, kekerasan dan pertarungan adalah pilihan terakhir bagi para ninja."
Aoki menjelaskan, senjata yang lekat dengan para ninja adalah shuriken, atau pisau berbentuk bintang dan furiya, sumpit racun.
Ninja muncul pertama kali pada abad ke-15 di Jepang saat perang sipil. Mereka dipekerjakan sebagai mata-mata, pembunuh bayaran bahkan teroris.
Berbeda dengan samurai yang punya kelas tinggi di masyarakat, ninja justru diremehkan. Namun, mereka punya hirarki dan serikat pekerja sendiri.
Serikat ninja ini memiliki berbagai shinobi atau gugus tugas ninja, yang punya misi dan area khusus. Demikian CNN Indonesia.