UNPI-CIANJUR.AC.ID - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Singapura, Senin (25/1/2016) Mengatakan, Kelompok garis keras Indonesia menerima dana internasional dari Australia dan Suriah.
Hal itu, menambah kekhawatiran bahwa kelompok garis keras menjadikan Indonesia sebagai sasaran "terorisme" berikutnya, menurutnya.
Dana sekitar 800.000 dolar AS pada pekan lalu dikirimkan kepada kelompok garis keras di Indonesia, ungkapnya. Kelompok bersenjata ISIS menyatakan bertanggung jawab atas serangan di Jakarta pada 14 Januari 2015 itu, yang memicu kekhawatiran akan memijakkan kakinya di Asia Tenggara.
Luhut mengatakan, "Kami sekarang berada di jalur benar tentang bagaimana cara kerja mereka mendapatkan dana."
100.000 dolar AS berasal dari kota Raqa, Suriah, yang menjadi ibu kota negara khilafah tersendiri ISIS, untuk mendukung kegiatan kelompok garis keras di Indonesia dan sekitar 700.000 dolar AS dari Australia, ujarnya. Namun, dia tidak tahu dari mana dana dari Australia itu.
Seperti dikutip AFP, Luhut mengatakan, "Sekarang, petugas kami bekerja keras, mencoba memantau dukungan pendanaan ini, karena tanpa ada pendanaan, saya tidak berpikir mereka dapat bergerak secara agresif."
Keterangan tersebut disebarkan oleh Australia dan Indonesia terkait aliran dana sekaligus sebagai komunikasi hotline dengan Singapura sebagai percontohan "kerja sama yang bagus" di antara beberapa negara, katanya.
enjata yang digunakan untuk menyerang Jakarta diselundupkan dari Mindanao, wilayah kepulauan di Filipina selatan, ke kota Poso, tambah Luhut.
Luhut dan Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen mengatakan dukungan dana dan logistik dari luar negeri menjadi bukti bahwa koordinasi kelompok teroris di kawasan makin meningkat.
"Itu jaringan pendanaan internasional. Anda harus berupaya untuk mencegah dan menghambat agar aliran dana terputus," kata Ng kepada wartawan, yang mengikuti jumpa pers bersama Luhut itu.
"Semakin kita bekerja sama, semakin kita menjadi kuat. Hal ini adalah sebuah perjuangan yang mungkin terjadi dalam beberapa dekade, kami butuh beberapa mitra dalam mengatasi persoalan ini," kata Ng.
Singapura pada pekan lalu menangkap 27 warga negara Bangladesh yang bekerja di bangunan tahun lalu karena mendukung persenjataan kelompok milisi seperti ISIS dan mendeportasi 26 di antara mereka.
Pejabat di sana menyatakan bahwa sementara para pekerja sedang dipersiapkan untuk melakukan serangan di negara asal mereka dan di tempat lain, mereka bisa dengan mudah berubah melawan Singapura, demikian dilansir dari AFP.