UNPI-CIANJUR.AC.ID - Karena Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorirsme hanya menempatkan Polri sebagai pemadam kebakaran, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengakui polisi kesulitan mencegah gerakan terorisme.
Kapolri mengatakan, "Kami kesulitan melakukan pencegahan karena selama ini UU Terorisme hanya menempatkan polisi sebagai pemadam kebakaran sehingga bagaimana kami mencegah (gerakan terorisme)."
Selama ini ketika polisi memeriksa orang terindikasi teroris dan memudian tidak ditemukan pelanggaran, maka polisi pun tidak bisa mempidanakan orang itu, jelasnya.
Di negara-negara maju, ada upaya "preventive detention" sehingga orang bisa ditahan sampai menunggu proses hukum, menurutnya. "Kita tahu ada Warga Negara Indonesia yang dilatih di Kamp Mindanau, Filipina Selatan, seperti Abu Sayad dan tidak bisa diproses hukum."
Dia mengatakan, polisi memerangi ISIS bukan karena alasan agama, melainkan akibat potensi terorisme dari gerakan ini. "Saya harap dengan kejadian (peristiwa pengeboman) di Jalan MH Thamrin, masyarakat tersadarkan bahaya ISIS dan kita bisa meningkatkan kewaspadaan."
Meskipun dalam peristiwa Thamrin polisi cepat menanggulanginya, namun ancaman teroris masih berisiko untuk masyarakat, ungkap Badrodin. Ada beberapa elite ISIS seperti Bahrun Naim, Bahrun Syah, dan Abu Jandal, yang semuanya terkait dengan orang Indonesia.
Demi menguatkan polisi dalam memberantas terorisme, Badrodin meminta dukungan persetujuan Komisi III DPR untuk revisi UU Terorisme.