UNPI-CIANJUR.AC.ID - Juru bicara militer Filipina mengatakan, negaranya menawarkan delapan pangkalan kepada Amerika Serikat (AS) sebagai tempat untuk membangun fasilitas dan pasokan di bawah perjanjian keamanan baru.
Filipina dan Amerika Serikat menandatangani Perjanjian Kerja Sama Peningkatan Pertahanan (EDCA) yang menjamin Washington untuk meningkatkan keberadaan militer di bekas koloninya itu, tahun lalu.
Kolonel Restituto Padilla kepada wartawan mengatakan, "Daftar telah disiapkan beberapa bulan lalu ketika kami berdiskusi sebelumnya." Ia menambahkan bahwa lima lapangan udara militer, dua pangkalan angkatan laut dan sebuah kemah pelatihan hutan yang ditawarkan ke Amerika Serikat. "Ini masih dibahas untuk persetujuan dan kami akan mengadakan diskusi akhir tentang daerah-daerah ini."
Dua pangkapan terletak di pulau barat Palawan, dekat Laut Tiongkok Selatan, tiga basis berada di pulau utama Luzon di bagian utara Filipina, termasuk lapangan udara Clark, bekas pangkalan angkatan udara AS.
Seorang pejabat senior pertahanan kepada Reuters, mengatakan, AS juga mencari akses ke tiga bandara sipil dan lapangan udara di Luzon, termasuk Teluk Subic, pangkalan besar Angkatan Laut AS.
Lebih dari 100 kapal Angkatan Laut AS berlabuh di Subic dan dua kapal selam siluman canggih bertenaga nuklir berkunjung dalam dua pekan pertama tahun ini, tahun lalu.
Pejabat pertahanan, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan, "Subic penting bagi orang Amerika karena itu merupakan satu dari sedikit daerah di negara itu di mana mereka dapat berlabuh dengan aman."
Kerja sama keamanan dengan Amerika Serikat telah terjalin lebih erat di tengah meningkatnya ketegangan atas Laut Tiongkok Selatan, kata Sekretaris Pertahanan Filipina Voltaire Gazmin.
Filipina telah mengajukan protes terhadap uji coba penerbangan Tiongkok dari sebuah pulau buatan di Laut Tiongkok Selatan, kata juru bicara kementerian luar negeri, menggambarkan tindakan itu "provokatif" dan merupakan pelanggaran etika yang ada.
EDCA hanya akan meningkatkan ketegangan dan "bisa mendorong situasi ke ambang perang", kata Kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua, dalam komentar berbahasa Inggris.