Peta Jalan Pembelajaran Jarak Jauh Menjadi Peluang di Tengah Keterbatasan
unpi/kompas.com • Kamis, 03 September 2020 11:13 Wib
Sumber Foto : sons-it.com
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Terhitung enam bulan sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan belajar maupun bekerja dari rumah pada awal pandemi di bulan Maret 2020, pembelajaran jarak jauh ( PJJ) kini masih menjadi pilihan satuan pendidikan di Indonesia, khususnya perguruan tinggi.
Adaptasi terus dilakukan guna menemukan metode yang tepat, yang tak hanya sekadar mengejar capaian akademis, namun juga menyajikan pembelajaran jarak jauh yang bermakna.
Meski begitu, akhir pandemi masih belum bisa diprediksi, pendidikan tinggi Indonesia masih perlu menyusun peta pembelajaran jarak jauh demi mengatasi ragam masalah sehingga potensi dan kompetensi generasi penerus bangsa bisa tetap “menyala”.
Pasalnya, sejumlah kendala masih dialami oleh mahasiswa maupun dosen selama melakukan PJJ.
Menurut survei pembelajaran daring yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) misalnya, mahasiswa menyatakan kualitas pembelajaran daring dan ketersampaian materi memang cukup baik, hanya saja kendala jaringan internet masih banyak terjadi.
Survei yang melibatkan 237.193 mahasiswa itu juga mendapati bahwa mahasiswa menyatakan siap daring, namun kesiapan infrastruktur belum merata.
Dalam Kompas Talk "Menyusun Peta Jalan Pembelajaran Jarak Jauh", Rabu (2/9/2020), Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam mengatakan, transformasi pembelajaran daring di pendidikan tinggi terjadi begitu cepat.
"Kita melihat konversi yang sangat cepat menuju ke pembelajaran daring. Dosen dan mahasiswa beradaptasi dengan cepat," paparnya.
Dalam jangka waktu satu bulan (9 April 2020), lanjut dia, 98 persen perguruan tinggi telah melakukan pembelajaran daring. Meski begitu, Nizam tak menampik bahwa ketersediaan kuota dan jaringan menjadi kendala selama PJJ. " Mahasiswa mengeluhkan kuota habis dalam 2-3 hari," imbuhnya.
Sejumlah kebijakan kini telah dilakukan Kemendikbud, seperti bantuan kuota untuk dosen dan mahasiswa. Serta kerja sama dengan provider untuk menggratiskan kuota di sejumlah platform pembelajaran.
Namun, Nizam tak menampik masih banyak "pekerjaan rumah" bagi pendidikan tinggi untuk sukses menuju tatanan baru. Mulai dari peningkatan mutu PJJ, penguatan dan perbaikan platform pembelajaran hingga infrastruktur jaringan.
Keliru memaknai e-learning
Dalam kesempatan yang sama, Staff Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia Bidang Reformasi Birokrasi dan Pendidikan Mohamad Nasir menyatakan ada sejumlah alasan terjadinya masalah PJJ di pendidikan tinggi.
Salah satunya Kebingungan dalam mengadaptasi konsep e-Learning, yang dianggap sama dengan online atau distance learning.
"Salah pengertian tentang E-Learning inilah yang membuat mahasiswa dan dosen menggunakan berbagai tool seperti Zoom dan Google classroom, yang pada dasarnya hanya untuk berkomunikasi, tetapi sudah dianggap dengan E-Learning," jelasnya.
Nasir pun memberikan sejumlah solusi, yakni menciptakan Integrated Learning Management System (LMS) sebagai “rumah” belajar yang menemukan dosen dan mahasiswa dalam satu platform.
LMS yang benar, kata dia, akan memberikan interaksi penuh antar sesama mahasiswa, antara dosen dan mahasiswanya baik secara Synchronus (real time), maupun Asynchronus (komunikasi terjadwal).
Dengan begitu, mahasiswa dapat belajar kapan, di mana, dari mana pun dengan menggunakan device apapun. Penggunaan offline mode juga dapat dilakukan agar mahasiswa di daerah dapat mengikuti pembelajaran yang lebih baik.
PJJ menjangkau lebih banyak mahasiswa
PJJ atau pembelajaran tanpa tatap muka sejatinya bukanlah "barang baru" untuk Universitas Terbuka (UT). Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat mengatakan, Zoom Meeting atau Google Class Room hanyalah sebuah moda.
Model pembelajaran singkronus virtual seperti itu, kata dia, justru tidak populer dan efektif bagi UT yang melayani mahasiswa di semua provinsi.
Menurutnya, modul, baik cetak, audio, maupun e-modul interaktif justru menjadi bahan penting bagi mahasiswa saat PJJ.
Namun, lanjut dia, modul tersebut bukanlah seperti buku yang dijual di toko buku. Melainkan penjelasan rinci tentang materi dan aplikasinya, sehingga mahasiswa mudah mengerti meteri meski belajar secara mandiri.
Ketua Ikatan Alumni UT Moeldoko mengatakan, pembelajaran jarak jauh masa kini bisa lebih dioptimalkan.
"Salah satu alasan pilih PJJ karena pekerjaan saya mengharuskan saya berpindah-pindah. Sehingga banyak sekali tentara yang memilih UT," ucapnya.
Ia berharap, perubahan pembelajaran dari luring ke daring tidak membuat kaget berlama-lama. Justru, model pembelajaran ini dapat menjangkau lebih banyak mahasiswa, sehingga jumlah anak Indonesia yang tak kuliah bisa berkurang. "
Segera kita sadar dan perbaiki, karena PJJ sangat membantu bagi siapa saja. Saya yakin pendidikan di Indonesia akan semakin baik," imbuhnya.