UNPI-CIANJUR.AC.ID - Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penularan Covid-19 akibat infeksi virus SARS-CoV-2 bisa melalui udara atau airborne. Pengumuman itu keluar setelah sebuah publikasi yang ditandatangani 239 ilmuwan mendesak WHO lebih terbuka soal penyebaran virus. Sebelum pengumuman baru itu keluar, WHO mengatakan Covid-19 menular melalui droplet atau tetesan liur ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau bicara.
Melansir Scientific American, airborne adalah istilah yang merujuk pada penularan patogen melalui aerosol, tetesan pernapasan kecil yang dapat tetap berada di udara (inti tetesan). Aeorosol berbeda dengan tetesan besar yang jatuh ke tanah dalam beberapa meter.
Ahli patologi dan mikrobiologi di Universitas Kesehatan Nebraska Medical, Joshua Santarpia, mengatakan, perbedaan antara tetesan dan aerosol tidak jelas.
"Pemisahan antara apa yang disebut sebagai 'airborne spread' dan 'droplet spread' benar-benar sebuah spektrum, terutama ketika berbicara tentang jarak yang relatif dekat," ujar Santarpia.
Seperti Covid-19, penyebaran melalui udara pernah dikaitkan dengan virus corona mematikan yang lain, yakni SARS dan MERS. Tetapi masih banyak yang tidak diketahui tentang airborne, misalnya apakah virus aerosol itu menular dan berapa jumlah virus yang harus terpapar agar menjadi sakit.
Bukti terkuat bahwa penularan virus corona baru melalui udara mungkin berasal dari sebuah penelitian yang diterbitkan akhir bulan lalu di Nature. Di dalamnya, para peneliti mengukur materi genetik virus atau RNA dalam sampel aerosol pada Februari dan Maret di dua rumah sakit di Wuhan, Cina, kota tempat pandemi Covid-19 dimulai.
Para peneliti menemukan tingkat viral load virus yang sangat rendah di ruang isolasi rumah sakit dan di ruang pasien yang berventilasi. Tetapi ada tingkat yang jauh lebih tinggi di beberapa area toilet pasien.
Mereka juga menemukan viral load tingkat tinggi di tempat-tempat di mana petugas medis melepas alat pelindung, serta di dua lokasi rawan berkerumun di dekat rumah sakit.
"Penelitian kami dan beberapa penelitian lain membuktikan keberadaan aerosol SARS-CoV-2 dan menyiratkan bahwa transmisi aerosol SARS-CoV-2 mungkin menjadi rute yang tidak dapat diabaikan dari orang yang terinfeksi ke seseorang di dekatnya," kata Ke Lan, ilmuwan Universitas Wuhan.
Makalah yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine juga menunjukkan bahwa virus SARS-CoV-2 dapat tetap berada di aerosol selama kurang lebih tiga jam dan selama beberapa hari di berbagai permukaan dalam uji laboratorium. Tetapi jumlah virus berkurang secara signifikan selama waktu itu.
Secara keseluruhan, sebagian besar bukti bahwa SARS-CoV-2 dapat mengudara berasal dari kegiatan klinis, seperti intubasi yang dapat menyebabkan pasien batuk dan menghasilkan aerosol.
Kepala divisi epidemiologi dan biostatistik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hong Kong, Benjamin Cowling, menganalogikan virus yang menyebar di udara dengan orang yang merokok.
Dia berkata seseorang mungkin tidak akan mengetahui ada orang lain di sisi restoran yang sedang merokok karena tidak mencium baunya dan asapnya tidak mencapainya.
Namun, dia berkata hal itu tidak berarti tidak ada asap yang dihasilkan. Seperti asap rokok, partikel aerosol menyebar di sekitar seseorang dalam awan, dengan konsentrasi tertinggi di dekat perokok dan lebih rendah ketika seseorang semakin jauh.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa berbicara dapat menjadi cara penularan virus yang signifikan. Sebuah penelitian yang diterbitkan di Prosiding National Academy of Sciences USA menyebut satu menit pidato keras dapat menghasilkan lebih dari 1.000 tetesan yang mengandung virus yang dapat mengambang di udara selama delapan menit atau lebih.
Laporan lain juga mengisyaratkan bahwa itu bisa ditularkan melalui partikel yang tersuspensi di udara. Misalnya, puluhan orang positif Covid-19 dinyatakan positif setelah menghadiri latihan paduan suara di Negara Bagian Washington pada awal Maret. Selama di sana mereka tidak berjabat tangan atau berdiri berdekatan satu sama lain.
Selain itu, tiga keluarga dinyatakan positif Covid-19 setelah makan di sebuah restoran ber-AC di China pada akhir Januari. Mereka tertular diduga melalui tetesan yang tertiup ke udara.
Melansir The Conversation, ilmuwan dari Universitas Pittsburgh Douglas Reed mengatakan ada tiga cara virus menginfeksi, yakni kontak langsung, tetesan, dan partikel udara.
Terkait dengan penularan melalui udara bisa terjadi, Reed mengaitkannya dengan partikel-partikel udara yang dikenal sebagai tetesan nukleus. Inti tetesan adalah sedikit lendir atau air liur yang lebih kecil dari 5 mikron.
Dia menyebut orang-orang menghasilkan inti tetesan ketika mereka berbicara, tetapi mereka juga dapat terbentuk ketika tetesan kecil menguap dan menyusut ukurannya. Banyak dari tetesan ini menyusut begitu banyak sehingga mereka mulai mengapung sebelum menabrak tanah dan kemudian menjadi aerosol.
Saat bicara, Reed menyebut orang-orang menghasilkan ribuan tetesan nukleus per detik. Kemudian partikel aerosol dapat mengandung virus hidup dan mengambang di udara selama berjam-jam.
"Mereka mudah dihirup dan jika mengandung virus hidup bisa membuat orang sakit. Kemampuan inti tetesan untuk mengirimkan virus corona memiliki dampak besar ketika tempat-tempat seperti gereja dibuka kembali," ujar Reed.