Keamanan Data Pribadi Gunakan VPN Diragukan
unpi/netralnews • Jumat, 24 Mei 2019 10:00 Wib
Sumber Foto : PCMag.com
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Pakar Teknologi Informasi (Information Technology-IT) Ruby Alamsyah mengatakan, keamanan data pribadi dalam penggunaan Virtual Private Netwok (VPN) atau Jaringan Privat Virtual, diragukan.
Pernyataan ini dipaparkan Ruby, menyusul pembatasan penggunaan WhatsApp (WA) dan media sosial (medsos) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pascaperhitungan Komisi Pemilihan Umum ( KPU). Pengguna WA di Indonesia lantas menyiasatinya dengan menggunakan VPN Gratis.
Menurut Ruby, selain kualitas terbatas dan keamanan data pribadi diragukan, ada kemungkinan pula ketika mengunduh software VPN gratis belum tentu aman dari Malicious Software (Malware) dan perangkat pengintai atau spyware. Diketahui Ruby, ada beberapa VPN gratis di Android yang bisa menginstall atau mengakses Andorid kita, maka spyware alias data kita bisa terbuka.
"Kalau penggunaan VPN gratis hanya untuk WA saja mestinya lebih aman. Tapi balik lagi, siapa yang mau menjamin risiko yang ada lainnya?," kata Ruby, dilansir Netralnews.
Diingatkan Ruby, pemerintah sebetulnya hanya melakukan pembatasan penggunaan aplikasi pesan instan dan medsos, serta bertahap. Terbatas disini dipahami Ruby, bahwa tidak semua aplikasi pesan instan dan medsos lantas diblokir dan dibatasi. Pembatasan penggunaan aplikasi pesan instan dan medsos terbatas hanya pada kebanyakan dari aplikasi pesan instan dan medsos yang masif berisi hoax.
Diketahui Ruby, ada banyak aplikasi pesan instan sejenis WA lainnya yang tidak terdampak. Misalnya kembali ke standarnya, yakni telepon atau pesan singkat yang masih bisa dipakai, daripada menggunakan VPN yang masih belum dijamin keamanan datanya.
"Kalau yang standar, kita kembali ke telepon biasa atau SMS, itu kan masih bisa dipakai. Tapi kalau mau chattingan, bisa gunakan chatting aplikasi yang lain yang sangat jarang orang lain pakai," kata Ruby yang juga ahli forensik digital internasional bersertifikasi ini.
Lebih lanjut Ruby berharap, ke depan, pemerintah atau pihak manapun bisa mengadakan sebuah sistem teknologi yang bisa secara teknologi mumpuni, dan dapat dipercaya oleh semua pihak. Salah satu kriterianya, yakni bisa deteksi dan klarifikasi sebuah informasi hoax atau tidak.
Menurut Ruby, kendala yang dihadapi sekarang adalah tidak adanya lembaga yang independen, netral dan profesional dan dapat dipercaya oleh seluruh kalangan masyarakat yang dapat verifikasi sebuah informasi, dinyatakan hoax atau tidak.
"Nanti ke depan, kalau ada pihak yang memproses teknologi seperti itu, saya yakin penyebaran hoax jauh lebih berkurang. Tidak perlu ada lagi pembatasan aplikasi pesan instan dan medsos yang masif," terang orang Indonesia pertama yang menjadi anggota International High Technology Crime Investigation Association (HTCIA) ini.
Teknologi tersebut diperlukan, karena ketika orang menerima informasi ada ketidakyakinan bahwa informasi tersebut hoax atau tidak. Orang juga saat ini dengan mudah bisa sebar hoax dan percaya pada informasi, karena salah satu kendala sulitnya melakukan verifikasi informasi dan berbagai keterbatasan lain.
"Nah kalau ada teknologi yang bisa mengatasi hal tersebut, pastinya masyarakat akan jauh lebih gampang, mudah mengindentifikasi dan verifikasi informasi hoax atau tidak. Tapi di platform yang mereka percaya," ujar Ruby.
Menurutnya selama ini, kendala juga bahwa ada pihak yang sediakan platform seperti itu, tapi tidak bisa dipercaya oleh semua pihak, bahkan meski buatan pemerintah juga ada yang tidak percayainya. Maka dari itu, dinilai harus ada pihak yang bisa sediakan sistem verifikasi hoax yang independen dan canggih.