UNPI-CIANJUR.AC.ID - Pemerintah mengaku kesulitan mengontrol perusahaan-perusahaan yang menggunakan software bajakan atau tidak berlisensi.
Kesulitan itu terjadi karena keterbatasan ruang yang dimiliki lembaga pemerintah itu dalam menangani dan mengawasi penggunaan software, menurut Kepala Seksi Pencegahan Direktorat DJKI, Kementerian Hukum dan HAM, Anang Pratama, dilansir Antaranews.
"Sesuai regulasi, penegakan hukum terkait dengan software bajakan ada UU Nomor 28 Tahun 2014. Jadi, apabila tidak ada aduan atau pencatatan dari masyarakat, maka kami akan mengalami kesulitan karena tidak bisa melakukan langkah hukum," ujar Anang dalam acara kampanye BSA: Legalize and Protect.
Kasubdit Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Kementerian Hukum dan HAM, Irbar Susanto mengatakan bahwa masalah software bajakan telah menghambat pemerintah untuk melakukan kerjasama dengan pihak eksternal dalam menanggulangi pembajakan software.
Irbar menjelaskan dalam kurun 2015-2018, hanya ada 100 perusahaan software yang mendaftarkan hak ciptanya ke pemerintah. Menurutnya, itu dipengaruhi tidak adanya kewajiban bagi perusahaan-perusahaan software untuk mendaftarkan hak ciptanya.
Menyiapkan sarjana di bidang manajemen yang mampu mengelola perusahaan dalam proses pemasaran, sumber daya manusia serta mampu menyelesaikan masalah perusahaan.
Menyiapkan sarjana dalam bidang teknik yang mampu menguasai dan menyelesaikan masalah dengan komputer dan berperan sebagai pembuat perangkat lunak komputer
Menyiapkan sarjana yang mampu mencari, mengolah, menulis dan menyampaikan berita secara efektif melalui media massa yang sesuai dengan kode etik jurnalistik
Menyiapkan Sarjana dalam bidang Sastra Inggris yang mampu mengembangkan lembaga kerja yang menggunakan komunikasi lisan dan tulisan dalam Bahasa Inggris