UNPI-CIANJUR.AC.ID - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), pada program prioritas tahun 2019 akan terus menggerakan pengembangan inovasi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), terutama pada 10 bidang riset.
"Diantaranya, teknologi pangan dan pertanian, bidang pangan itu bagaimana agar swasembada pangan harus terwujudkan di Indonesia," kata Menristekdikti, Mohamad Nasir usai acara Bedah Kinerja 2018, dan Fokus Kinerja 2019 di Kemenristekdikti, Senin (28/1).
Kemudian teknologi kesehatan dan obat-obatan. "Bidang kesehatan dan obat-obatan kita masih 90 persen bahan bakunya impor, padahal kita punya biodiversity, maka periset itu harus didorong ke sana," ujarnya, dilansir Infopublik.
"Bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ini sudah terdapat dimana-mana. Selanjutnya bidang transportasi, kami lagi mengembangkan kendaraan motor listrik, ke depan bagaimana mobil listrik ini kita dorong. Kalau motor listrik ini sudah berhasil, pindah ke mobil listrik, kemungkinan berhasil besar sekali," paparnya.
Berikutnya adalah advanced materials (material tingkat tinggi) nano teknologi. "Sekarang sudah semua berbasis pada nano, dalam bidang kesehatan, teknik, apapun sudah masuk ke dalam advanced materials ini," tuturnya.
Berikutnya lagi adalah teknologi pertahanan, dan yang sangat penting adalah renewable energy. "Bahan bakar kita itu, setiap hari impor 40.000 barel, ini data terlalu kecil, sebetulnya total satu tahun itu 17,6 milyar dolar impor bahan bakar, sementara kita punya bahan baku yang cukup besar, tidak hanya fosil, tapi dari palm oil, dan ini bisa diperbaiki atau renewable. Kita perbaiki terus, dan dibangun terus, dan pembanguan di bidang perkebunan," terangnya.
Kalau itu bisa terpenuhi, ia punya prediksi lima tahun ke depan, 100 persen tidak lagi impor, asal mempunyai komitmen. "Kalau nanti Pertamina menerapkan pada bulan Februari ini mulai memproduksi dari palm oil, dua pabriknya di Cilacap dan Dumai, ini produksi sekitar 50 ribu barel per hari. Kalau 50 barel per hari, maka dari 400 ribu barel, kita sudah bisa seperdelapannyalah," jelasnya.
Kalau berhasil, berikutnya pabrik-pabrik yang lain, maka tidak usah beli lagi katalis dari impor. bisa dari dalam negeri. "Nikel katalis ini betul-betul merah putih untuk Indonesia," ungkapnya.