UNPI-CIANJUR.AC.ID - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong agar Perguruan Tinggi membentuk Unimart (Universitas Market), sebagai showroom untuk memasarkan produk perguruan tinggi dengan memanfaatkan teknologi digital.
Direktur Sistem Inovasi, Ditjen Penguatan Inovasi, Kemenristekdikti, Ophirtus Sumule mengatakan, Outlet di Perguruan Tinggi untuk memasarkan hasil-hasil penelitian mereka, dan mereka kelola sendiri, dan melayani kalangan mereka sendiri. "Nanti kita akan mendorong supaya universitas itu saling koneksi. Dengan demikian produk penelitiannya bisa dipasarkan di sini," kata Sumule di sela-sela workshop tindaklanjut hasil Rakernas Kemenristekdikti 2019 bidang penguatan inovasi di Jakarta, Selasa (29/1).
Hal itu, salah satu solusi untuk mempercepat pemasaran dari hasil-hasil riset mereka. "Kalau seumpamnya mau dimasukkan ke pasar bebas, itu prosesnya panjang. Secara regulasi mungkin ada izin dari BPOM. Paling tidak ini di lingkungan perguruan tinggi sendiri, bisa dilakukan pengawasan bagaimana kualitasnya, suplaynya, dan kemudian bagaimana pengujian-pengujiannya. Mereka memiliki peralaan yang komprehensif," paparnya, dilansir Infopublik.
Disebutkan, outled seperti itu antara lain sudah ada di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. "Ini akan kita dorong, bukan hanya terkait hasil-hasil pangan, tapi juga hasil-hasil yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, seperti alat-alat elektronik, dan sebagainya," tuturnya.
Dengan adanya outled tersebut, diharapkan teman-teman dari Perguruan Tinggi bergairah untuk memproduksi. "Pengembangan teman-teman tidak hanya sampai prototype, tetapi hasil risetnya bisa masuk ke pasar," ujarnya.
Menurutnya, kalau nanti sudah masuk ke pasar, pasti ada respon di pasar, kira-kira bagaimana, tinggal diperbaiki dan disempurnakan, apakah itu terkait dengan pengemasannya, apakah itu terkait dengan masalah izin-izin, halal, dan sebagainya.
Teman-teman di sana kan belum sampai ke situ. "Nah saya membayangkan sekitar 4.000 perguruan tinggi yang ada, masak dari satu perguruan tinggi itu tidak bisa menghasilkan salah satu produk. Kalau itu bisa kita lakukan kan ada 4.000 produk yang kita kembangkan," imbuhnya.
Pasar di Indonesia itu cukup besar, kalau itu bisa dilakukan dengan baik, bisa berdaya saing. "Salah satu contoh adalah produk-produk terkait dengan masalah kesehatan. Unhas itu mengembangkan dari ikan gabus yang berpotensi tinggi, khusus untuk mereka yang terkena demam berdarah. Itu mereka sudah kembangkan, tapi belum bisa masuk ke pasar. Itu contohnya, kalau masuk ke pasar, ada regulasinya dari BPOM, dan masalah izin-izin," ungkapnya.
Ia menambahkan, sudah ada beberapa hasil inovasi yang masuk ke pasar, seperti gesit, kemudian baru masuk mengenai katalis, stem cell, benih-benih padi lokal sudah banyak. Artinya yang sudah masuk secara nasional. "Tapi kalau di daerah-daerah banyak. Oleh karena itu, kita dorong agar daerah-daerah itu berkembang sesuai otonomi daerah, karena itu merupakan potensi daerah," tandasnya.
Untuk itu, pihaknya mengundang dari Pemda Sulawesi Selatan untuk menjadi pembicara dalam workshop tindaklanjut hasil Rakernas Kemenristekdikti 2019 bidang penguatan inovasi ini, karena mereka mempunyai kebijakan ke arah sana.
Bagaimana mereka mengembangkan pembangunan di daerahnya, tetapi berbasis dari hasil riset, dan yang bisa melakukan itu adalah perguruan tinggi. "Jadi kita mendorong jangan sampai pemerintah daerah berjalan sendiri, perguruan tinggi melakukan penelitian sendiri, itu tidak ketemu. Lah ini di Sulawesi Selatan itu berkolaborasi, pemerintah daerah punya kebijakan dan anggaran, kita teknologinya, punya sumber daya manusia, dan kita punya jajaran teknologi ke arah sana," ungkapnya.