Uang Elektronik: Hemat Tenaga, tapi jadi Konsumtif
unpi/bbcindonesia • Rabu, 26 Desember 2018 13:47 Wib
Sumber Foto : ecovis.com
UNPI-CIANJUR.AC.ID - Transaksi berbasis uang elektronik kini mencapai puluhan trilun rupiah per tahun. Nominal itu dianggap masih dapat terus melonjak karena pengguna non-tunai bahkan belum mencapai setengah dari jumlah penduduk Indonesia.
Kelompok milenial tercatat sebagai pengguna utama uang elektronik. Namun pendidikan finansial yang lemah berpotensi menjerumuskan muda-mudi ini pada keborosan dan krisis finansial.
Merujuk data Bank Indonesia (BI), saat ini terdapat 33 produk uang elektronik. Selain Gopay dan OVO, ada Tcash (Telkomsel), E-cash (Bank Mandiri), hingga Sakuku (BCA).
Data BI menunjukkan, nominal transaksi uang elektronik dari Januari sampai November 2018 mencapai Rp41,3 triliun.
Sebagai perbandingan, total nominal transaksi tahun 2017 hanya Rp14,3 triliun. BI menyebut transaksi karcis tol yang kini menerapkan sistem pembayaran elektronik memicu lonjakan itu.
Pada saat yang sama, penyelenggara uang elektronik juga gencar mempromosikan pengembalian sejumlah uang (cashback) untuk nominal belanja tertentu.
"Sistem pembayaran yang makin mudah, secara teori memang mendorong orang untuk bertransaksi," kata dosen ilmu ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, dilansir BBCIndonesia.
Namun Lana menyebut kemudahan dan keringkasan transaksi uang elektronik menyimpan resiko, terutama generasi muda yang belum begitu mapan dalam karier dan penghasilan.
Ia mengatakan transaksi jual-beli barang atau jasa yang ringkas rentan membuat konsumen melupakan tabungan atau investasi.
"Anak muda tidak mau beli mobil karena ada layanan Go-car atau Grab Car. Pada usia tertentu mereka akan baru sadar, uang saya selama ini habis belum punya aset."
"Pembayaran yang serba virtual juga kerap tidak terasa, uang tiba-tiba habis," tuturnya.
Lana mendorong perusahaan penyedia uang elektronik tak hanya mendorong transaksi, tapi juga mengedukasi penggunanya tentang perencanaan finansial. Alasannya, pengelolaan keuangan pribadi selama ini luput diajarkan lembaga pendidikan.
"Sebagai bagian dari tanggungjawab sosial, perusahaan bisa membuat sistem peringatan kalau pengeluaran pengguna sudah mendekati batas kemampuan finansial," kata Lana.
Di sisi lain, konsumsi berlebihan juga berpotensi terus terjadi di kalangan anak muda.
Menyiapkan sarjana di bidang manajemen yang mampu mengelola perusahaan dalam proses pemasaran, sumber daya manusia serta mampu menyelesaikan masalah perusahaan.
Menyiapkan sarjana dalam bidang teknik yang mampu menguasai dan menyelesaikan masalah dengan komputer dan berperan sebagai pembuat perangkat lunak komputer
Menyiapkan sarjana yang mampu mencari, mengolah, menulis dan menyampaikan berita secara efektif melalui media massa yang sesuai dengan kode etik jurnalistik
Menyiapkan Sarjana dalam bidang Sastra Inggris yang mampu mengembangkan lembaga kerja yang menggunakan komunikasi lisan dan tulisan dalam Bahasa Inggris