UNPI-CIANJUR.AC.ID - Toilet acap kali dilupakan sebagai salah satu barang penting. Saat ini, dunia tengah mengalami krisis toilet. Padahal, satu toilet yang tak terjaga bisa jadi sumber permasalahan bagi banyak hal.
Hari Toilet Sedunia diperingati saban tahun pada 19 November. Hari ini jadi momen untuk mengingatkan kita akan pentingnya toilet bagi kehidupan sehari-hari.
Pada Hari Toilet Sedunia ini, kita akan bicara tentang cara mengambil tindakan untuk memastikan semua warga di dunia memiliki toilet yang aman pada 2030. Target ini tercantum dalam poin enam Suistainable Development Goals tentang sanitasi dan air.
Mengutip World Toilet Day, 4,5 miliar orang di dunia hidup tanpa toilet bersih. "Ketika alam memanggil, kita butuh toilet, tapi miliaran orang tidak memilikinya," tulis World Toilet Day dalam laman resminya, dilansir CNNIndonesia.com.
Krisis toilet secara tidak langsung membuat alam menjadi saluran pembuangan terbuka. Bagaimana tidak? Akibat ketiadaan toilet itu, sejumlah warga di dunia masih membuang kotorannya di area terbuka. Tercatat, 892 miliar orang di dunia buang air besar sembarangan.
Artinya, kotoran manusia, dalam skala besar, tidak berhasil diolah dan malah mencemari air dan tanah yang menopang kehidupan manusia sehari-hari. Sebanyak 1,8 miliar orang di dunia mengonsumsi air yang bisa jadi terkontaminasi oleh kotoran manusia.
Hal ini menggambarkan betapa buruknya akses sanitasi di zaman kiwari. Dunia mencatat, sebanyak 62,5 persen orang di dunia tak memiliki akses sanitasi. Sementara di Indonesia, akses sanitasi masih berkisar pada 77,14 persen.
Di Indonesia sendiri, sebanyak 14 ribu ton tinja mencemari badan air setiap harinya. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat bahwa hal tersebut berujung pada tercemarnya 75 persen sungai dan 70 persen air tanah di Indonesia.
Lantas, apa yang harus dilakukan? Sesuai dengan tema Hari Toilet Sedunia, solusi sanitasi berbasis alam menjadi jawaban. Solusi ini memanfaatkan kekuatan ekosistem untuk membantu 'mengobati' kotoran manusia sebelum akhirnya dikembalikan ke lingkungan.
Sebagai contoh, kotoran bisa diolah sebagai pupuk kompos untuk membantu proses penanaman. Selain itu, lahan basah buatan manusia bisa dibuat berfungsi sebagai penyaring air limbah sebelum dilepaskan kembali ke air.
Dampak krisis sanitasi ini tak main-main. Salah satunya berujung pada penyakit diare yang kerap menyerang anak-anak.
Water Aid mencatat sebanyak 957 juta anak di dunia terserang diare pada 2017 lalu. Ketika diare menyerang, anak-anak dengan cepat menjadi dehidrasi dan lebih rentan terhadap infeksi. Bukan main, dampaknya terburuknya bahkan bisa berujung kematian.
Diare sendiri disebabkan oleh air kotor akibat krisis sanitasi yang membunuh 289 ribu anak balita setiap tahun. Tak cuma itu, diare dan infeksi usus juga membunuh hampir 140 ribu anak berusia 5-14 tahun setiap tahunnya.
Toilet adalah kepentingan mendasar. Hidup bisa diselamatkan oleh sesuatu yang mendasar seperti toilet yang dilengkapi dengan air bersih.