UNPI-CIANJUR.AC.ID - Bioteknologi akan menjadi bisnis masa depan karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar, ungkap pakar agronomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi.
Dalam seminar bertajuk 'Refleksi dan Masa Depan Bioteknologi Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan di Indonesia' di Jakarta, Senin, Bayu mengungkapkan nilai pasar dunia hasil bioteknologi mencapai 604,40 miliar dolar AS pada 2020.
India, memberikan target pemasukan sekitar 100 miliar dolar AS hingga tahun 2025 dari bisnis bioteknologi, katanya, seperti dilansir Antara. "Indonesia adalah sumber bioteknologi. Jadi, ruangnya luar biasa besar. Bisnis bioteknologi sangat menguntungkan jika telah menguasai riset, teknologi, dan infrastrukturnya."
Selama ini bioteknologi hanya difokuskan pada produk rekayasa genetika atau Geneticaly Modified Organism (GMO), ujarnya. Padahal, produk GMO hanya 10 persen kontribusinya pada bioteknologi, sementara 90 persen sisanya selama ini justru tidak disentuh.
Hingga kini terdapat beberapa produk bioteknologi yang telah mendapatkan persetujuan keamanan pangan di Indonesia, menurut Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG) Agus Pakpahan. Lembaga yang dipimpinnya, baru- baru ini menyetujui dua produk bioteknologi antara lain tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida.
Ia mengatakan, "Kedua produk ini sedang menunggu persetujuan untuk rilis komersial agar memenuhi persyaratan guna dibudidyakan dalam pertanian di Indonesia bagi kepentingan petani."
Agus mengakui kehadiran bioteknologi tanaman pangan belum diterima sepenuhnya di semua negara secara terbuka.
Namun, dia meyakini seiring dengan perjalanan waktu dan penyempurnaan, produk tanaman biotek terus dilakukan maka akan bertambah pula negara-negara yang membuka pintu akan kehadiran tanaman biotek.